Mengutip dari Permendiknas No. 70 tahun 2009, pendidikan iklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Singkatnya, pendidikan iklusi memiliki maksud untuk memberikan program ataupun akses pendidikan yang setara kepada seluruh peserta didik tanpa terkecuali. Pada pelaksanaannya, kurikulum yang diterapkan menggunakan asas fleksibilitas. Dengan kondisi tersebut, adaptasi kondis, karakter ataupun kebutuhan peserta didik dapat disesuaikan. Dalam sebuah keragaman, terdapat suatu kekuatan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik. Selain itu, dengan hadirnya peserta didik berkebutuhan khusus, mereka bisa turut andil dan diterima dalam lingkungan kelas ataupun sekolah.

Tidak hanya di Indonesia, pendidikan iklusi juga menjadi perhatian di mata dunia. Menurut Sheehy dalam studinya yang berjudul Inclusive Practice through Keyword Signing – Addressing barriers to accessible classrooms, pendidikan iklusi adalah sebuah fenomena global yang terinspirasi serta didasari oleh hak asasi manusia. Pendidikan inklusif memegang asas bahwa pendidikan untuk semua, sehingga semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus ataupun disabilitas, dapat mempunyai akses pendidikan yang setara dengan teman sebayanya. Semua pihak harus saling bersinergi karena pada dasarnya pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.

Manubey dkk (2021) mencoba menganalisis tutor/teman sebaya pada kelas inklusif dengan pendekatan karakter pendidikan untuk siswa sekolah dasar. Studi menunjukkan siswa yang mengikuti proses pembelajaran menunjukkan perubahan karakter yang positif.

“All students who participated in this study showed positive character changes. Teaching characters that are included systematically in the design of learning gives good results for character improvement. Teaching character is important to be done systematically because teaching character to students is as important as teaching knowledge and skills. This study also indicates that there is a change in teacher characters. Teacher character transformation provides a virtuous example. Appropriate examples are needed in a variety of character teaching in the classroom, especially related to relationships with students with special needs who study in public schools in inclusive classroom settings. This research also shows that peer tutoring used in learning cannot stand alone but must be implemented with various learning techniques such as games, demonstrations, recitation, simulation, socio-drama, role-playing, and project. This research contributes to helping the school community be confident in developing student character through peer tutoring and learning to process character building through systematic learning as teachers, regular students, and students with special needs”

Selain itu, beberapa hal juga mempengaruhi proses pembelajaran dalam sebuah kelas inklusif, salah satunya adalah dyslexia atau disleksia. Pada kajian tersebut, Wai dkk. (2023) melakukan studi mengenai tinjauan sistematis tentang intervensi pada anak-anak penderita disleksia.

“The review highlights the various interventions which include phonological-based and assistive technology-based to improve the literacy skills of children with dyslexia. Interventions conducted in Malaysia propensity to employ assistive technology tools than phonological-based intervention. The review of the literature indicated that Malaysia still lacks of a mobile learning application that focuses on English Language phonics and comprises all three language skills (reading, spelling and writing)”

Pengelolaan program kecakapan hidup bagi siswa dengan kecacatan

Tata olah untuk menjamin keberlangsungan masa depan peserta didik berkebutuhan kusus adalah hal yang penting. Wijaya dan Syarifah (2022) mencoba memeriksa program kecakapan hidup yang diselenggarakan oleh sekolah menengah khusus tingkat atas. Temuan menunjukkan bahwa program kecakapan hidup yang dikelola dengan baik dapat melahirkan lulusan untuk bekerja di perusahaan dan mandiri secara finansial.

“The data collection was further strengthened by conducting structured interviews. The structured interviews included face-to-face interviews with all participants and focused group discussions involving the principal, teachers, graduates, parents, local government officials, and the company. The local government officials were those from the labor department and the social services department. This interview was conducted to determine the extent of program implementation. The interview data included the participant’s identity and then continued by asking several questions related to the implementation of the life skills program. Face-to-face interviews were designed to bring up the views of each participant regarding the concepts of the life skills program and how the school successfully managed the program so that the school graduates could be accepted to work in the company. The activities of this interview stage also included an informal inquiry to clarify the actions and events that occurred”

Beberapa artikel di atas merupakan bagian kecil dari penelitian mengenai pendidikan inklusi. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, pembaca dapat mengunjungi laman dan membaca artikel secara GRATIS melalui tautan-tautan berikut: http://edulearn.intelektual.org/ dan https://ijere.iaescore.com/.

Redaksi: Milzam A. Rusdianto

Editor: Septian D. Cahyo